Peristiwa G 30 S / PKI
versi Dr. Soebandrio batal beredar, penulis Memoar tokoh penting Era
Orde Lama itu adalah wartawan senior Jawa Pos Djono W. Oesman. Bagaimana
sebenarnya isu buku yang peredarannya dibatalkan, kendati sudah dicetak
10 ribu eksemplar oleh Gramedia itu ?
HARI ini, 39 tahun
silam, meletus G 30 S yang tak habis-habisnya dibicarakan. Lebih dari
110 buku berbahasa Inggris dan 35 buku berbahasa Indonesia mengupas hal
tersebut. Yang terbaru, Presiden Megawati meminta agar Mendiknas membuat
buku tentang hal itu dan menunjuk sejarawan Taufik Abdullah memimpin
tim penulis. Salah satu diantara ratusan buku G 30 S tersebut adalah
memoar Dr Soebandrio. Soebandrio( almarhum ) merupakan orang yang sangat
penting dalam sejarah G 30 S . Saat itu, dia merangkap tiga jabatan,
Yakni, wakil perdana mentri I, mentri luar negeri, dan kepala Badan
Pusat Intelijen (kini BIN). Tapi, tentu saja isi buku itu sangat
subjektif. Sebab, semuanya murni versi Soebandrio. Dia menuturkan
semuacerita tersebut antara Oktober 1999 hingga September 2000 selepas
dibebaskan dari penjara. Berikut cuplikan memoar yang terfokus pada kejadian 30 September dan 1 Oktober 1965 yang dituturkan Soebandrio dengan gaya saya:
Kamis Kliwon, 30
September (persis dengan hari ini) 1965, setelah menyelesaikan
tugas-tugasnya di Istana. Negara, Presiden Soekarno pulang ke Wisma Yaso
( kini Musium Satria Mandala ). Di sana, beliau bersama istri Ratna
Sari Dewi. Sehari sebelumnya, Panglima AU Oemar Dhani melapor kepada
Presiden Soekarno tentang banyaknya pasukan dari daerah yang masuk ke
Jakarta. Beberapa hari sebelumnya, saya melaporkan adanya kelompok
perwira AD yang tidak puas terhadap presiden. Mereka membentuk\ Dewan
Jendral yang kabarnya akan melakukan kudeta. Bung Karno tahu, ada yang
tidak beres pada elite pimpinan AD. Buktinya, beberapa hari sebelumnya,
beliau memerintahkan Menpangad Letjen A.Yani menghadap presiden. Jadwal
pertemuanya 1 Oktober 1965, pukul 08.00 WIB, di istana. Topik
pembicaraanya; Isu Dewan Jendral. Rencana itu batal karena Yani dibunuh
sekitar lima jam sebelumnya. Sementara itu, Pangkostrad Mayjen Soeharto
sejak kamis siang menunggu anaknya, Hutomo Mandala Putera (Tommy
Soeharto) di RSPAD Gatot Subroto. Tommy saat itu berusia tiga tahun
dirawat di sana karena ketumpahan sup panas. Menjelang malam, Kolonel
Abdul Latief ( Komandan brigade Infanteri Jaya Sakti, Kodam Jaya)
menemui Soeharto di RSPAD Gatot Subroto. Berdasarkan cerita Kolonel
Untung ( pengawal presiden Soekarno dari Cakra Bhirawa ) kepada saya
ketika kami bersama-sama dipenjara di Cimahi, Bandung, seharusnya malam
itu ada tiga perwira yang menemui Soeharto.Yakni, Latief, Untung, dan
Brigjen Soepardjo (Pangkopur II Kostrad). Sebelum bertemu Soeharto,
mereka rapat disuatu tempat. Akhirnya diputuskan, Latief yang menghadap
Soeharto untuk melaporkan bahwa pasukan penangkap Dewan Jendral sudah
siap bergerak. Latief lantas kembali menemui Untung dan Soeparjo yang
menunggu di suatu tempat. Latief melapor kepada dua rekannya bahwa
Soeharto berada di belakang mereka. Tentang dukungan Soeharto menangkap
anggota Dewan Jendral itu diperjelas oleh cerita Untung kepada saya
selama dipenjara. Katanya, pada 15 September 1965, dia mendatangi
Soeharto. Meski tidak berada di satu garis komando, Untung dan Soeharto
adalah sahabat lama saat mereka sama-sama di Divisi Diponegoro, Jateng.
Jadi, itu pertemuan antar sahabat lama. Tapi, membicarakan masalah yang
sangat penting. Di pertemuan itu, Untung melaporkan adanya isu Dewan
Jendral yang akan melakukan kudeta. Untung lantas menyampaikan gagasan,
akan mendahului gerakan Dewan Jendral dengan menangkap mereka lebih
dahulu sebelum mereka bergerak. Ternyata Soeharto mendukung, bahkan siap
membantu
mendatangkan pasukan.
Karena itu, Untung meski divonis hukuman mati tenang-tenang saja. Dia
mengatakan kepada saya, Pengadilan ini hanya sandiwara, Ban. Wong
rencana saya didukung Pak Harto, katanya. Toh, akhirnya dia dieksekusi
juga. Menjelang dini hari 1 Oktober 1965, Soeharto pulang dari RSPAD
Gatot Subroto menuju ke Makostrad. Saat itu, sejumlah pasukan yang siap
menangkap tujuh jendral sedang berkumpul di dekat Monas. Beberapa jam
kemudian (1Oktober 1965). Tujuh Jendral itu benar-benar ditangkap dan
dihabisi. Sebagian ditembak dirumah saat penangkapan, sebagian dibunuh
di Lubang Buaya, Pondok Gede. Apa yang terjadi kemudian? Bagaimana Presiden Soekarno, DN Aidit, dan Oemar Dhani bisa berada di Halim (dekat Pondok Gede) pada pagi buta 1 Oktober 1965 ? Soebandrio memang controversial, baik sejak berjayanya dijaman Bung karno maupun setelah dipenjara Orde Baru. Dalam pengakuaanya kepada Djono W. Oesman, wartawan Koran ini, kontroversi itu juga bertaburan.
Berikut lanjutan penuturan Soebandrio.
PERTANYAAN penting
dalam sejarah G 30 S adalah : mengapa di pagi buta 1 Oktober 1965 saat
tujuh Jendral dibantai di Lubang Buaya, beberapa tokoh nasional berada
di Halim ( dekat Lubangt buaya?) Berikut cuplikan memoar Dr.Soebandrio (
wafat 3 Juli
2004 ) yang ditulis
antara Oktober 1999- September 2000 itu. Kawasan Halim pada dini hari
itu seperti menjadi sentra berkumpulnya tokoh tokoh nasional sekaligus
tempat pembantaian para jendral. Disana ada Presiden Soekarno, Menko /
Ketua MPRS D.N.Aidit dan Menpangau Oemar Dhani. Mereka tidak berkumpul
di satu tempat, juga tidak datang bersamaan, bahkan mereka datang kesana
tanpa koordinasi. Bung Karno menjelang dini hari itu mendapat telepon,
bahwa baru saja terjadi penculikan beberapa jendral. Malam itu beliau
tidur dirumah Wisma Yaso bersama istri Dewi Soekarno.Begitu mendapatkan
telepon, dia langsung berangkat dengan dikawal ajudan Parto yang
sekaligus menjadi sopir. Dari Wisma Yaso mobil meluncur keutara menuju
istana.Tetapi menjelang tiba diistana, tampak ada blokade jalan.
Sejumlah pasukan bersenjata siaga dilokasi blokade. Ajudan Parto
kaget.Tidak ada pemberitahuan kepada ajudan presiden bahwa ada blokade
di sekitar istana. Menurut Suparto itu pasukan tak dikenal. Parto lantas
mengambil inisiatif memutar haluan, mobil berbalik arah.Sebelum Bung
Karno bertanya tanya, Parto mengatakan, sebaiknya kita ke Halim saja
pak. Kalau ada apa apa dari Halim akan dengan cepat terbang ketempat
lain. Bung Karno menurut saja.Dalam protokoler pengamanan presiden, jika
pengawal merasa bahwa presiden dalam bahaya, pengawal harus secepatnya
membawa presiden ke bandara.Dengan inisiatif Parto memutar haluan,
berarti dia mengganggap presiden dalam bahaya. Setelah Bung Karno tiba
di Halim, baru ajudan menjelaskan kondisi bahaya itu.Disana Bung Karno
lantas ditemani Oemar Dhani selalu Menpangau yang bertanggung jawab
terhadap keamanan bandara. Beberapa saat kemudian Brigjen Soepardjo (
Pangkopur II Kostrad ) yang tadi malam bersama Kolonel Abdul Latief dan
Letkol Untung melapor ke Soeharto di RSPAD
Gatot Soebroto tentang
persiapan pasukan penjemput para jendral, melapor ke Bung Karno.
Soepardjo melaporkan, tujuh jemdral telah diculik. D.N.Aidit dini hari
itu juga berada di Halim. Ini sungguh aneh.Aidit saat itu berada di
sebuah rumah disekitar Halim.Dia tidak berada disatu tempat dengan Bung
Karno dan Oemar Dhani. Beberapa hari kemudian saya didatangi istri
Aidit. Dia berceritera bahwa pada Kamis 30 September 1965 malam,
rumahnya didatangi beberapa tentara berseragam lengkap, suami saya
diculik katanya. Dengan keberadaan Aidit di Halim pada dini hari dan
cerita istrinya, bahwa dia dijemput tentara pada malamnya, biisa
disimpulkan, bahwa malam itu Aidit dibawa tentara menuju Halim. Pagi
itu, dari Pangkalan Halim Presiden Soekarno mengeluarkan instruksi yang
disampaikan melalui radiogram ke Markas Besar ABRI. Isi instruksi
tersebut: semua pasukan harap stand by di posisinya masing2.Semua
pasukan hanya boleh bergerak atas perintah saya selaku presiden dan
panglima tertinggi ABRI.Semua persoalan akan diselesaikan
pemerintah/presiden.Hindari pertumpahan darah. Saat itu Bung Karno hanya
mendapatkan informasi, bahwa 7 jendral tersebut dibunuh. Instruksi itu
lantas disambut Soeharto dengan perintah agar Letkol Untung dan kawan
kawan ditangkap secepatnya. Jelas, hal itu membingungkan Untung.Dia
sudah melapor ke Soeharto soal Dewan Jendral yang akan melakukan kup dan
menyampaikan gagasan mendahului geraksan Dewan Jendral dengan menangkap
mereka. Semua itu didukung Soeharto.Bahkan Soeharto memberikan bantuan
pasukan dari Kodam Siliwangi. Sekarang Soeharto malah memerintahkan agar
Untung ditangkap. Hampir bersamaan dengan keluarnya instruksi Presiden
Soekarno, Soeharto memanggil salah satu ajudan Bung Karno Bambang
Widjanarko yang berada di Halim agar segera menghadap dirinya di
Makostrad. Di Makostrad Bambang diberi tahu Soeharto agar
Presiden Soekarno dibawa pergi dari pangkalan Halim. Sebab pasukan dari
Kostrad dibawah pimpinan Sarwo Edhi Wibowo sudah disiapkan untuk
menyerbu Halim. Saat pesan ini disampaikan Bambang kepada Bung Karno,
jelas Bung Karno geram sekaligus bingung.Instruksi Bung Karno agar semua
pasukan stand by di posisi masing2 ternyata tidak ditaati
Soeharto.Sebaliknya Soeharto malah memerintahkan agar Soekarno
menyingkir dari Pangkalan Halim. Bung Karno lantas meminta nasihat para
pembantu
militernya. Brigjen
Soepardjo mengusulkan agar Bung Karno terbang ke Bali,.Menpangau Oemar
Dhani mengusulkan terbang ke Madiun, Jatim. Wakil Perdana Menteri II
Leimena yang pagi itu sudah berada disana mengusulkan, langkah paling
hati hati adalah ke Istana Bogor lewat jalan darat.Sebab jaraknya paling
dekat dengan Jakarta dan naik pesawat sangat berbahaya terhadap
kemungkinan tembakan. Dari berbagai usul itu Bung Karno menganggap bahwa
dirinya memang sedang dalam bahaya.Akhirnya dia
memutuskan menuju
Istana Bogor lewat darat. Rangkaian peristiwa tersebut bergerak sangat
cepat dan detik ke detik, dari menit kemenit.Sulit dibayangkan,
bagaimana mungkin posisi presiden bisa begitu terdesak hanya dalam
beberapa jam akibat penculikan para jendral yang bagi presiden Soekarno
saat itu belum jelas dilakukan oleh siapa. Beberapa saat setelah Bung
Karno meninggalkan Halim, pasukan dibawah pimpinan Sarwo Dhie Wibowo
memang bergerak ke Halim menyerbu pasukan penangkap dan pembunuh para
jenderal ( djono w. oesman ) Kita berdoa : Semoga nubuat Daniel 12:4, apa yang belum terungkap, akan terungkap diakhir jaman ini, Siapa Dalang Peristiwa Berdarah Ini????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar